Senin, 13 Agustus 2012

Cinta Di Melodi Sang Hukum Part 1( cerpen kategori)


Peringatan sebelumnya:
Cerpen ini hanya hasil dari imajinasi dan kalaupun ada kesamaan tempat, nama, serta lain hal nya.
Mohon jangan di gubris.. wkwkwk
walaupun ad unsur sengaje seh.. wkwkwk

Enjoy reading:
Karya shelly Pratiwi Ningsih
Saat tetesan hujan bergemirincing riuh di pendengaran ini, tak tersadar dalam keadaan ujung sadar itu kudengar perdebatan yang terjadi antara kedua orangtuaku. Ya, mereka berdebat mengenai nasib diriku dengan Andy yang dimana salah satu dari kami berdua harus di buang pergi.
“Kita mesti mencari uang untuk operasi Erna.” Kata Ibuku yang terisak tangis pilu
“Iya. Aku tahu. Tapi, kita tidak punya biaya.” Jawab ayahku yang terdengar gemetar
“Jual saja Andi pada teman mu itu. “Pinta Ibuku
“Tidak . “ Tolak Ayahku yang terdengar singkat
“Kenapa tidak? Lagipula, Andi bisa mendapatkan keluarga dengan ekonomi yang tinggi dan kita bisa menyelamatkan nyawa anak kita. “ kata Ibuku yang terdengar begitu putus asa
Kemudian, hening tiada tanda suara yang bergema dan diriku di bawa ke kisah berbeda dalam lingkup lampau yang Menyakitkan. Dimana, saat itu ibu dan ayahku sudah hampir meninggal akibat kecelakaan.  Ya, sebuah kisah yang memberi tahuku Jika adik kesayanganku Andi, telah di jual oleh kedua orantuaku dan semua ialah karena untuk menyelamatkan nyawa ku.
“Andi kami jual untuk menyelamatkanmu” Kata Ayahku
Suara itu seakan membentur benakku dan menghempas batin diri ini ke layangan rasa bersalah yang amat mendalam. Ya, aku benci pada diriku sendiri yang mengorbankan keberadaan adikku. Hingga, membuatku mengingkari perkataanku kepada Andi. Ya, pengingkaran janji pada adik kesayanganku.
“Kakak, mama dan papa gak sayang aku.” Kata Andi yang baru berusia 4 tahun itu sambil cemberut
“Papa ama mama sayang kok sama kamu.” Jawabku sambil mengelus lembut jambul rambutnya
“Bener nie? Kakak sayang gax ma aku.” Tanya Andi yang wajahnya mulai memerah sambil menahan tangis
“Kakak sayang donx ama Andi.” Jawabku sambil tersenyum kecil
“Tapi, Andi sering mimpi kalau kakak bakal ngembuang Andi.” Katanya yang mulai meledak tangis
Diriku pun hanya tersenyum lembut dan memeluk dirinya sambil menepuk perlahan pundak mungilnya yang berbeda 2 tahun denganku.
“Kakak gax bakal ngembuang Andi. Lagian, itu Cuma bunga tidur. Gak perlu di pikirin. Karena, untuk selamanya, kita bakal terikat tali saudara. Ok!” Kataku
“Kakak gak bohong kan. Owh ya, hari inikan, ulang tahun kakak. Ini, Andi kasih coklat buat kakak.” Kata Andi yang mulai tertawa kekanak-kanakan
Maka, tak tersadar, diri ini mulai menitih tangis jeritan dan semakin tangisku meledak histeris, jiwaku semakin di tarik kedunia sadar dan semakin kuat pula terdengar gema teriakan batin ku.
Hingga akhirnya, Diriku pun mulai merasakan ada sinaran hangat mentari tengah menjamahi kulitku dan membuat diri ini mulai terbangun dari memorial sang mimpi.
“Andi.” Teriakku yang kemudian bangkit dari alas kardus dan menghadapkanku di depan jendela yang rapuh
Seketika itu, ku sadari jika masih sama dengan hari sebelumnya. Dimana, tiada bayang Andi di dekat diri ini dan kenyataan itu, membuatku merasakan hamparan sepi kesendirian di tengah rumah kardus yang lembab.
Namun, diriku kembali hanya bisa tertunduk sepi sambil terisak tangis sedih. Tanpa dapat berbuat apa-apa. Selain memasrahkan segala harapanku kepada garisan takdir yang maya adanya.
Lalu, Tiba-tiba saja, rumah kardusku roboh dan membentur tubuh ini. Hingga membuatku semakin kesal dengan nasib yang tercatat di hari ini dan dengan wajah amarah, diri ku menghapus air mata yang menderai. Lalu, ku ketahui. Jika sudah saatnya, untuk diriku memulai aktivitas hari ini,  yang dimana akan memulai kembali perjuangan dalam jalinan takdir hidupku.
 Maka, tangan kananku mulai sibuk meraba alas kardus yang lembap sambil mencoba mencari keberadaan topi serta jaket ku yang sudah berbau busuk. Ya, jaketku berbau , Karena sudah tidak pernah di cuci selama 4 bulan lamanya dan semua karena diriku tidak mampu membeli detergen. Oleh sebab itu pula, diriku jarang sekali mandi dan membuatku menjadi gadis kumal yang berteman manis dengan debu jalanan.
Selanjutnya, tanpa banyak definisi, diriku menendang kardus yang menutupi tubuhku dan tampaklah oleh ku sinar mentari yang memberi tanda jika sudah waktunya untuk diriku memulai kerja keseharianku. Maka, melangkahlah diri ini menuju jalanan sambil di temani sebatang korek api di sela gigitan gigiku dan dengan santainya diriku mengenakan topi reot di kepala ini. Hingga, menutupi rambutku yang dengan sekali melihat saja. Sudah tampak panjang serta kusut tak teratur.
Kini, genap 4 tahun orangtuaku meninggal dunia dan di pelataran ini, diriku pun  menginjak usia 17 tahun. Dimana, hidup hanya sebatang kara dan menjalankan keseharianku sebagai seorang preman yang selalu bergelut di dalam dunia Kriminal. Seperti merampok , mencuri, menjadi pembuli bayaran , mengikuti balapan motor liar, mengikuti tournament tinju dan pekerjaan termulia yang pernah ku lakukan hanyalah menjadi seorang pengamen. Mungkin kehidupanku saat ini sangatlah kacau , hina dan juga berantakan. Ya, ku akui segalanya yang nyata adanya. Namun, satu yang hanya dapat ku ketahui kebenarannya. Yakni, jika Semua yang ku lakukan, ialah demi mendapatkan uang untuk membayar seorang penyelidik yang ku harap dapat mempertemukanku dengan Andi, adikku.
Langkah ini semakin berpijak di tepian jalanan yang padat akan asap kendaraan. Hingga, membuat tubuhku semakin hitam akan debu dan juga membuat tubuh busukku semakin bergelut dengan polusi udara. Lalu, dari kejauhan. Tampaklah penyelidik bayaranku sudah menunggu diri ini di bawah jembatan dengan menggunakan makser , kaca hitam serta menggenggam pewangi ruangan di tangan kanannya.
Tak berselang lama, diriku sudah berada di hadapannya dan seperti biasanya, ia akan menambah jumlah masker yang ia kenakan sambil menahan mual akibat aroma busuk tubuhku.
“Kenapa loe gak pernah mandi sih? Bau tahu gax.” Kata Penyelidik itu
“Loe jangan bacot. Kan duit gue udah abis buat bayar eloe dan kalau hari ini masih gax ada kabar tentang adek gue. Maka, loe bakal gue abisin sekarang.” Kataku yang mulai menunjukkan pisau lipatku
  “Eitss, tenang-tenang. Santai donx, bro. Ini gue udah dapet alamatnya dan juga identitas lengkap yang loe mau.” Kata Penyelidik itu sambil mengarahkan sebuah dokumen
Seketika itu, hatiku seperti tersenyum haru dan dengan segera, ku raih dokumen itu sambil membalik-balikkan setiap lembaran file yang ada. Lalu, betapa bahagianya diri ini, saat melihat foto Andi yang sudah tampak dewasa dan ku elus lembut foto itu. Hingga, tanpa sadar airmataku menetes sunyi.
“Gimana? Kerja gue memuaskan donx. Tapi, satu hal yang mesti loe tahu. Orangtua Andi yang sekarang itu, ternyata keluarga yang berantakan dan sadis, man.” Kata penyelidik itu
“Apa? sadis gimana? Andi gak kenapa-napa kan?” Tanyaku khawatir
“Gue dapet info dari tetangga tuh orang, katanya Andi dari dulu sering di pukul dan pernah sampai masuk UGD. Karena, di dorong ama bokapnya dari tangga.” Jawab Penyelidik itu
“Loe yakin. Terus, sekarang dia gimana?” Tanyaku panic
“Dia mesti selalu dapat juara kelas dan harus selalu dapat nilai 100. Atau nggak, dia bakal di pukul bokapnya dan kemudian, Andi juga di jodohin ama cewek pilihan nyokapnya. Sementara, Andi gax cinta sama sekali. “ Jawab Penyelidik itu
Diriku tertegun murka menahan segala amarah serta cambukan dendam di hati ini. Sungguh tak pernah ku bayangkan, jika Andi akan mendapatkan kehidupan yang amat memilukan.
“Itu kejam namanya. Terus, Andi gimana ngadapin perjodohan itu?” Tanyaku
“ Walau gimana pun, Andi gak bisa berbuat apa-apa. Soalnya, Andi di kasih semacam obat gitu dan setelah gue teliti. Obat itu bakal ngembunuh Andi kalau dipakai dalam jangka waktu yang lama.” Jelas Penyelidik itu
Penjelasan itu menghujam pedih denyutan jantungku dan ingin rasanya segera ku bawa Andi keluar dari suratan pedih itu.
“Gue mau, loe bawa nie kasus ke pengadilan dan gue bakal ngenghubungin orang buat adopsi Andi. “  Perintahku
“Eiitts.. Gax da duit gax da jasa.” Katanya yang menyindir keberadaan Uangku
“Ok. Loe tenang aja. Nie duitnya. Ingat mesti beres dan hasil maksimal.” Kataku yang memberikannya uang
“Beres, boss. Loe emang klien gue yang paling top cer dah.” Kata penyelidik itu yang mulai melangkah pergi
Malam mulai menjemput datangnya sang dewi rembulan dan ini menhantarkan waktu untuk diri ini mengunjungi keberadaan Andi. Ya, dengan menggunakan motor yang ku curi dari polisi, diriku pun mulai melaju menahan terpaan semilir angin yang mulai mengikis sedikit demi sedikit lapisan debu di wajahku.
Hingga Akhirnya, penggelutan roda yang berporos itu menghantarkan diri ini ke pelataran rumah Andi yang tampak megah dengan di lapisi ukiran tembok yang menakjubkan. Seketika itu juga, rindu yang bergemuruh di hatiku mulai mendesakku untuk mempercepat langkah mencari keberadaan Andi. Maka, segera ku memanjat pagar dengan hati yang penuh akan harap dan kemudian tak sengaja, ku berpapasan dengan penjaga gerbang. Maka, segera diri ini memukul pundak 2 penjaga gerbang hingga mereka berdua  pingsan. Lalu, diriku melanjutkan langkahku dan kini, diriku memanjat pohon besar yang rindang bayangnya. Hingga akhirnya, diriku berhasil juga masuk kedalam lingkup ruang rumah utama melalui jendela kamar Andi.
Maka, Tampaklah oleh ku bayang hadir Andi yang mengenakan jas dengan wajah penuh senyum, tengah menatap keberadaanku yang kumal di antara lantai bersih nan wangi. Ia tampak seperti bintang di antara lentera lampu ruangan itu dan membuat batinku sangat bahagia dalam laying pertemuan ini. Dimana, dapat ku lihat, Andi yang dulunya kecil mungil. Ternyata telah menjadi sesosok remaja yang tampan parasnya.
Kini, mata kami pun saling bertautan dan suatu asa rindu di hatiku mulai bertepi sudah. Tak tersadar sebuah garis senyum haru, menjadi gambaran nyata ekspresiku dan dapat ku lihat, cerminan diriku sedang terpantulkan oleh kedua bola mata coklatnya.
“Mau coklat.” Tawarnya
Seketika itu ku terkejut dengan perkataannya dan ku sadari ada kenyataan mengganjal yang kini sedang ku baca adanya. Di tengah kebingungan itu, mataku masih tak dapat lepas akan langkah Andi yang semakin berpijak  mendekatiku dan dalam pijakan itu, ia tersenyum kekanak-kanakan sambil di temani dengan sekotak coklat di genggaman kedua tangannya itu.
“Kamu kenapa?” Tanyaku yang mulai meneteskan air mata
“Aku gak kenapa-kenapa. Orangtuaku jahat dan aku butuh teman makan coklat. Karena, ada suara yang berbisik padaku jika aku harus makan coklat bersama seseorang. Kamu mau menemani ku?” Tanyanya sambil tersenyum hangat
Seketika itu pula, ku sadari jika ia seperti seorang pria yang gila. Akan tetapi, ia memiliki rasa dan melihat kenyataan itu, hatiku mulai hancur dalam kerapuhan diri. Betapa sakitnya diriku melihat adikku menderita karena salah ku. Maafkan aku, Andi.
“Ya, aku akan menemanimu. Ayo makan coklat. Kamu kenapa pengen makan coklat?” Tanyaku yang mulai mengajaknya duduk di atas sofa
“Karena, ada seseorang yang suka makan coklat. Owh ya, kamu kenapa menangis?” Tanya nya
“Aku nggax nangis kok.” Kataku yang mencoba menyapu air mataku
Namun, tanganku di genggam olehnya dan ia menurunkan perlahan kedua tanganku. Lalu, dengan lembutnya, ia menyapu rintikan air mata di permukaan pipi diri ini. Maka,
Lapisan debu di wajahku pun menepis pergi, hingga menampakkan wajah asliku.
“Kamu cantik. Ambil coklat ini. “ Katanya yang kemudian menyerahkan kotak coklat itu padaku
Tak mampu ku tahan derai air mata yang menyentuh bola mata ini dan terasa sangat mencekik cincin tulan leherku.  Hingga, membuatku tak mampu berkata-kata dan hanya bisa memekik tangis sendirian.
“Kamu, adikku.” Kataku
Belum sempat ku dengar jawaban Andi, tiba-tiba saja terdengar bunyi pintu yang di ketuk.
“Tuan muda Andi, dipanggil tuan ke ruangannya.” Kata seseorang di luar
“Baiklah.” Jawab Andi
Andi pun menatap diriku dengan lembut dan kemudian meninggalkan sandaran tubuhnya dari sofa.
“Tidak mungkin. Aku tidak punya kakak. Sekarang sudah larut, sebaiknya kamu pulang kerumahmu. Lagipula aku harus bertemu orangtuaku dan hari ini mereka akan memberiku obat lagi. Bye” Katanya yang mulai melangkah pergi
“Tapi,” Kataku mencoba menahan keberadaannya di sana
“Sebaiknya pulang.” Kata Andi yang terdengar tegas
Diriku pun terdiam sepi menahan segala ucap kata yang sempat ingin ku lantunkan dan dengan membawa kotak coklat darinya. Diriku pun mulai melangkah pergi dari pelataran itu.
dilarang mengcopas ataupun mengeposkan cerpen ini tanpa mendapatkan izin dari pembuat blog. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut