Karena, pelepasan rindu itu hanya berlangsung dalam waktu yang singkat saja.
Kini,
langkah ku mulai menghampiri keberadaan sepeda motor polisi yang berada
di dekat halte bus. Namun, saat diriku telah tiba di sana. Tiada ku
jumpa bayang motor tersebut dan hal ini membuatku semakin pusing kepala.
Namun, kesialan masih memberi tempat untuk langkah ku dan tidak
memberikan waktu untuk diriku beristirahat. Ya, di tengah kepusingan
akan semua yang terjadi.
Tiba-tiba saja rintik hujan mulai menetes di jalanan serta mengguyur atap halte bus.
"Tik tik tik" Bunyi tetesannya
Kedinginan
pun mulai merasuki tubuhku dan membuat perutku semakin bergemuruh riuh.
Di tambah lagi, diri ini sudah tidak makan seharian. Namun, apalah
daya. Uangku sudah habis untuk membayar penyelidik dan hari ini pun
diriku tidak melakukan tindak criminal yang merupakan ladang pencarian
nafkah ku. Karena, waktu hari ini telah ku habiskan, Hanya untuk bertemu
dengan Andi. Maka di tengah kepasrahan itu, ku mulai mengulurkan tangan
meraba air yang menetes dari atap halte bus ini.Sambil mengigit batang
korek api yang sudah basah.
“Segar sekali. “ ucapku
Hingga
akhirnya, ku putuskan untuk menuju jalanan dan melepaskan peneduhan
halte. Lalu bermain-main dalam terpaan rintik hujan yang dingin
menusuk.
Ku mulai menatap ke ruas-ruas jalan dan tak ku
temukan satupun orang berada di dekatku. Mungkin bagi orang-orang,
Diriku seperti orang gila yang berada di tengah jalan yang sepi adanya.
Sementara orang-orang sudah berlarian pulang kerumah untuk mendapatkan
kehangatan dan membebaskan diri dari kedinginan. Namun, aku memilih
tetap berada di tengah hujan. Karena, ku sadari. Jika hidupku juga
seperti sang hujan. Ya, di jauhi keberadaannya dan tiada harapan.
Ditengah guyuran hujan pula, ku tatap sang galaksi langit yang gelap gulita ,tak terisikan oleh titik sang bintang .
Lalu
ku sadari lagi, Mana ada orang yang ingin hidup susah, mana ada orang
yang ingin tetap hidup dalam gelap. Namun, diriku juga tidak bisa lari
lagi. Karena ku tersesat dan tak tahu jalan pulang. Mungkin hanya
mengingat nama Tuhan, aku ketahui jika semua ada alasannya dan ada
maksudnya.
Wajahku pun semakin terbasahi dan debu di sekujur
tubuh ini mulai menepis pergi. Hingga, memperlihatkan wujud asli diri
ini dan ku mulai berlarian mengitari latar jalan yang sama. Sambil
berteriak:
“Segarrrr…….. Lebih banyak lagi. Aku ingin mandi.”
Ku
rasakan aura panas tubuh ini mulai menghilang dan memberiku rasa
nyaman. Ya, segar sekali dan ku mulai menutup kelopak mata. Untuk
menghayati lebih dalam lagi kesegaran hujan yang membersihkan debu diri
ini dan ku berteriak dengan sangat keras.
“Tuhan,,, hujan ini membahagiakan……….”
Lalu tiba-tiba saja
“Dasar berandal udik.” Kata seorang pria tak di undang
Diriku
pun membuka mata ini dan mulai menatap ke sumber suara yang menyapa
tadi. Hingga, terlihatlah oleh ku, seorang pria yang berpakaian jaket
hitam dengan menggunakan kaca mata hitam sedang menatap keberadaanku.
Ya, ia Tengah berdiri di kisaran jarak 3 meter di dekatku dan ia tengah
memegang payung hitam.
“Apa kata loe?” Kataku yang mulai kesal
“Berandal udik.” Jawabnya
“Udik.” Kataku yang mulai menghampirinya
“Ya, udik. “ Jawabnya
Ku
mendengus kesal dan menaikkan poniku yang panjang ke atas. Lalu, mulai
menatap sesosok pria menyebalkan itu dengan mendengus kesal dan dapat ku
lihat jelas jika ia masih seumuran dengan Andi. Namun, bentuk suara dan
postur tubuhnya berbeda sedikit.
“Tarik gak perkataan loe.” Gertakku
“Nggax mau. Dasar udik!” Katanya
“Loe yang udik. “ Balasku yang mulai melotot ke arahnya
“Eloe.” Jawabnya
“Loe” Balasku
“Loe yang udik.” Bantahnya
“Eloe” Balasku
Kami
pun terus berdebat mempermasalahkan siapa yang udik di antara kami
berdua dan akhirnya pertengkaran kami terhenti juga akibat suara
perutku yang keroncongan.
“Kriiukkk… “ Bunyi perutku
“Loe laper?” Tanyanya
“Nggak. Mungkin loe yang salah denger.” Sangkal diriku
Tanpa
banyak ucap, diri ini membalikkan tubuhku dan mencoba melangkah pergi.
Namun, pria itu malah menarik tanganku dan melepaskan payung yang ia
gunakan tadi. Lalu, ia mengajakku melangkah dan berlarian di badan jalan
yang luas. Hingga, membuatku terkejut luar biasa dan sempat terlintas
di benakku untuk berhenti mengikuti langkahnya. Namun, entah mengapa,
batinku menerima tempat untuk mengikuti bayang hadir yang baru saja
masuk kedalam hidupku itu.
Siiring pertambahan langkah,
Akhirnya, kami sampai di sebuah restoran jepang yang berbintang 5 dan
membuatku menatap kosong dalam ketakjuban itu.
“Ayo masuk.” Katanya
“Gue gak bisa masuk. Karena, tempat gue bukan di sini.” Kataku yang sembunyi-sembunyi melihat keberadaan dompet nya
“Ya, udah kalau gitu. Loe tunggu di sini. Biar gue yang beli. Ok.” Katanya
Diriku
hanya mengangguk-ngangguk kecil sambil sembunyi meraih dompetnya yang
ada di kantong celananya. Ya, tanganku berhasil meraih keberadaan dompet
nya yang padat terisi itu dan tak kusangka, bersamaan dengan itu pula,
pria ini menyadari tindak pencurianku.
Maka, dengan segera ku berlari pergi sambil tertawa kegirangan dan menimati pancuran hujan yang dingin suhunya.
“Gue gak butuh makanan. Gue Cuma butuh duit. Makasih ya, I love money. Muach.” Kataku dari kejauhan
“Dasar bidadari pencuri.” Katanya yang masih tetap berdiri di tempat yang sama
Bayangnya
pun lenyap dari tatapan ku dan kini, Langkah kedua kaki ini, membawa
keberadaanku ke taman kota yang sudah sepi pengunjungnya. Bersamaan
dengan itu pula, hujan telah berhenti menitihkan titik-titik airnya dari
permukaan bumi.
Maka, diriku pun segera memeras jaketku yang
sudah basah kuyup dan kemudian, ku taruh topi reotku di ujung kursi
taman. Seusai semua itu, diri ini mulai duduk di kursi taman dan mulai
sibuk melihat isi dompet yang berhasil ku curi dari pria yang
menyebalkan itu.
Namun, betapa terkejutnya diriku, saat ku sadari
ada sebuah gelang perak yang melingkar di pergelangan tangan kananku
dan tatapan mata ini-pun hanya tertuju pada lingkaran gelang itu. Ya,
dapat ku lihat ada sebuah ukiran nama di gelang itu dan tulisannya
adalah
“FedrickChenz”
“Fedrick chenz” Ucapku
Barulah
diri ini sadari, jika saat diriku mengambil dompetnya, ia tengah
menggenggam tanganku dan berarti dia memberikan tanda kepadaku. Akan
tetapi, mengapa ia tidak mengejar dan malah memberiku gelangnya.
“Dasar cowok aneh.” Kataku sambil cengar-cengir sendirian
Kini, ku meletakkan kembali dompet hasil pencurian itu dan mulai menatap kotak coklat dari Andi dan juga gelang dari Fedrick.
Semakin
ku lihat kedua benda itu, semakin diri ini merasa, jika diriku telah
mendapatkan 2 hadiah special di hari ulang tahun ku yang ke 17 ini.
Seketika itu, ku ukirkan secarcik senyuman dan mulai memakan satu persatu isi coklat yang ada di kotak pemberian Andi.
“Nyam,, nyam.. manis…” Kataku
Kemudian,
ku mulai menatap langit dan ternyata bulan sudah tepat berada di tengah
cembungan bumi yang gelap. Maka, ku ketahui, jika waktu sudah pukul 12
malam dan itu mengartikan bahwa hari ulang tahunku telah berakhir.
Seketika dengan itu juga , gigitan terakhir coklat pemberian Andi telah
ku habiskan dan rasa lelah mulai memberatkan lipatan kelopak mata ini.
Maka, akhirnya ku pejamkan sudah mataku dan mulai tertidur di atas alas
kursi taman yang keras. Lalu menikmati nuansa mimpi yang gelap.
“Selamat tidur dan sampai jumpa hari ini.” Ucapku pelan
Pada
ke esokan harinya, diriku kembali bermain di jalanan untuk merampok
harta benda, siapa saja yang dapat ku jadikan mangsa. Ya, bagiku sasaran
yang paling empuk adalah mereka yang mengenakan emas yang banyak atau
yang lebih kita kenal dengan toko mas bejalan.
Di tengah
pekerjaan itu, Tiba-tiba saja penyelidik bayaranku, menghampiri
keberadaanku yang tengah berada di antara anak jalanan dan anehnya, ia
tidak menggunakan masker ataupun perlengkapan anehyang biasa ia gunakan
saat berada di dekatku.
“Hei, boss.” Sapanya
“Ada apa?” Tanyaku yang mulai mengajaknya menjauh dari anak jalanan
“Kita gak perlu buka kasus masalah orangtua Andi.” Katanya
“Apa? Terus gimana supaya Andi bisa lepas dari keluarga gila itu?” Tanyaku
“Tenang
aja. Ternyata bokap Andi bunuh diri, soalnya perusahaan keluarga mereka
bangkrut dan nyokapnya meninggal karena serangan jantung. Sedangkan
Andi sekarang lagi dititip ke tetangganya. Soalnya, dia gak punya
keluarga lain dan sampai acara pemakaman orangtuanya berakhir, Andi gak
tahu deh, bakal hidup sama siapa.” Kata Penyelidik itu
“Jadi, kita tinggal cari orang yang mau tinggal ama Andi. Itu maksud loe?“ Kataku
“Ya, bener banget. Gimana kalau loe adopsi Andi. Kan loe kakaknya?” Jawab nya
“Nggax bisa. Gue gak mau dia tahu kakaknya ini seorang berandal. “ Kataku sambil menghela nafas panjang
“Iya juga ya.” Katanya
Ku
mencoba menelusuri perjalanan benakku dan akhirnya, terlintas juga di
pikiranku untuk memilih penyelidik ini sebagai prang yang tepat tinggal
bersama Andi. Ya, dia sudah cukup dewasa dan ia teman terbaikku.
Diriku-pun mulai menatap penyelidik itu dari atas sampai bawah sambil
tersenyum evil. Kemudian ku pegang kecil daguku sambil memastikan jika
keputusan yang ku buat ini adalah tepat.
“Eh, jangan natap gue kayak gitu donx. kalau mau nyatain cinta nanti-nanti aja. ” Kata penyelidik itu sambil menggaruk lehernya
Tak ku pedulikan kerisihannya dan juga perkataan anehnya itu.
Dengan segera ku tarik ke arah jaketnya dan kemudian menatapnya sambil menaik turunkan alisku.
“duh,, mau apa loe? Jangan bikin gue merinding kayak gini donx.” Kata Penyelidik itu
“Loe bisa bantu gue kan.” Kataku dengan wajah memelas
“Gue?” Katanya
Diriku mengangguk perlahan dan membuat penyelidik itu terlihat kaget luar biasa.
“Pleasse,
Cuma loe yang paling baik ama gue. Tenang aja, semua keperluan Andi,
gue yang tanggung. Loe Cuma ajak dia tinggal bareng loe. Kan loe juga
tinggal sendiri dan udah termasuk tua “ Kataku
“Eitss,,, gue itu bukan tua. Umur gue aja baru 19. “ Jawabnya
“Ya,
ya, ya. Yang penting sekarang loe pergi ke tetangganya Andii dan ajak
Andi tinggal ama loe. Udah itu, bawa dia ke dokter buat ngilangin efek
obat itu. “ Kataku sambil menepuk bahunya dengan sarung pisauku
“Ok!” Katanya yang terdengar pasrah
Lalu, ia memalingkan wajahnya sambil menggerutu sendirian.
“ Gimana bisa gue kenal ma nie orang. Udah galak, sadis, udah itu kecil-kecil menakutkan. Hhu.” Ocehnya
“Eh, apa kata loe? Nanti gue suruh anak buah gue hajar eloe. Baru tahu rasa loe. Wek.” Kataku sambil menjulurkan lidah
Penyelidik itu hanya tersenyum tegang sambil tertegun dalam keringat dingin dan kemudian memberi tanda peace.
“Udah jangan tegang gitu.” Kataku yang mulai merangkul pundaknya
“Aduh, Er. kotor nie baju gue. Eloe sih gax mau mandi.” Katanya yang panic melepaskan rangkulan tanganku
Diriku
hanya tersenyum dan langsung melepaskan topi reotku. Lalu,
memakaikannya di kepala penyelidik itu dan seketika itu juga, penyelidik
itu terdiam sesaat.
“Pakai nie topi. Sebagai tanda kalau loe juga
pernah kenal ama anak berandal kayak gue. Nanti kalau udah selesai
kuliah. Jadi, hakim yang adil dan saat loe ngelupaiin gue, gue terima
kok. Ok! Ingat jangan kayak gue yang gak bakal pernah punya mimpi.
Hhehehe.” Kataku sambil tersenyum
Lalu diri ini melangkah pergi menghampiri perkumpulan anak jalanan dan ku tinggal pergi letak langkahku di dekat penyelidik itu.
“Gue janji ,gue bakal jadi hakim ternama dan saat waktu itu tiba, panggil gue Hakim Kevin. Ok! Nama gue, Kevin dan loe temen gue.” Katanya
Diriku tersenyum dan mengacungkan jempol kananku ke atas sebagai tanda jika ku menyetujui ucapannya.
1 tahun berlalu
Hari
ini adalah hari kelulusan Andi dan diriku memberanikan diri untuk
datang ke sekolah elite itu. Hanya untuk melihatnya merayakan kelulusan
sekolah yang menggembirakan itu dan di tambah lagi, ia akan di umumkan
sebagai peraih nilai ujian tertinggi. Ya, sebagai kakaknya, aku
sangatlah bangga dan hanya membayangkan nya berdiri di atas mimbar saja,
telah membuatku terkekeh penuh tawa.
Masih dengan kesibukanku
mengikatkan tali sepatu yang telah hitam kumal , diriku terus becermin
memperhatikan sudah baik atau tidak kah penampilanku. Ya, hari ini aku
sudah bangun pagi-pagi hanya untuk mengantre mandi di kamar mandi umum
yang terletak di bawah jembatan dan bagiku, ini adalah pertama kalinya,
untuk diri ku mau mandi di kamar mandi umum seperti itu.
Kini,
ku rasa semua sudah OK. Rambut sudah terkuncir, muka dan tubuh sudah
bersih. Maka, sudah saat nya untu ku mulai melangkah menuju sekolah
elite tempat adikku bersekolah.
Mentari yang menyalakan
lenteranya pun menerangi langkahku dan membuat batin ini semakin
bersemangat untuk melihat Andi. Ya, Bersama dengan degupan jantung yang
riang, diriku terus tersenyum di sepanjang jalan. Hingga, membuat orang
yang menatapku merasa jika diriku adalah individual yang aneh. Namun,
tak kuacuhkan persepsi pandangan mereka dan tetap pada harapanku bertemu
Andi.
Akhirnya langkahku tiba juga di sekolah itu dan dapat
ku lihat sekolah yang bertingkat itu sedang di penuhi orang-orang yang
hilir mudik dalam suasana kebahagiaan. Ya, sebuah suasana pendidikan
yang sudah ku tinggalkan semenjak aku berumur 8 tahun dan membuatku
menjadi individual yang tidak memiliki kepintaran intelektual.
Namun, ku lupakan semua tentang masa laluku itu dan segera menatap ke sekeliling untuk mencari keberadaan Andi.
“Hei, kamu. Kenapa berdiri di situ. Cepat bawa bangku ini.” Kata Paman gendut dengan kepala botaknya
“Eh, tapi.” Kataku
Kataku
terhenti saat ku lihat, jika orang yang masuk kedalam sekolah, harus
terlebih dahulu memperlihat surat undangan. Hingga akhirnya, diriku pun
rela mengangkat tumpukan kursi itu kedalam. Walaupun diriku bukan
pekerja si paman gendut dan botak itu.
“Awas… air panas.” Kataku mencoba menepihkan orang-orang yang berkerumun di depanku
Setiap
langkah, Ku mencoba melihat kedepan, namun, kursi yang ku bawa menutupi
pandanganku dan akhirnya sesuai juga dengan perkiraanku, diri ini
menabrak seseorang.
“Brukkk. “ Bunyi Tabrakan
Diriku pun terduduk dan kursi yang terjatuh itu pun menubruk tubuhku.
“Plakkk” Bunyi kursi terjatuh
Hingga, lengkaplah sakit yang ku rasakan dan membuatku mendendam amatir pada orang yang bertabrakan denganku.
“Eh
yang bener dong kalau jalan. Udah tahu orang lagi bawa kursi.” Kataku
yang mendengus kesal sambil mencoba menepikan kursi yang menimpaku
“Apa? loe itu yang jalan gak pakai mata.” Katanya
Perkataannya
membuat diri ini kesal dan segera ku bangkit dari rerumputan. Lalu, ku
lihat murid sekolahan dengan seragam yang rapi serta menggunakan kaca
mata hitam tersebut. Seketika itu ku merasakan jika diriku pernah
bertemu dengannya. Namun, entah mengapa aku tidak tahu siapa ia.
Di tengah pemikiranku yang a lot itu, murid laki-laki tersebut melangkah mendekatiku dan melepaskan kaca mata hitamnya.
Hingga
Dapat ku lihat, ia putih bersih, hidung mancung dan dengan tatapan yang
cool. Diriku di buat terpesona sejenak. Namun, untungnya diriku
berhasil tersadar, saat ia menatapku dengan pandangan meneliti. Ya,
tatapan itu tidak hana menyadarkan ku. Tapi juga merisihkan dan
membuatku menyerngitkan dahi dalam kebingungan.
“Apa loe liat-liat. Gue colok ntar mata loe.” Kataku
Dia tidak menguraikan jawaban dan malah memperhatikan gelang yang melingkar di tangan kananku.
“Jangan macem-macem ya ama gue.” Bentakku sambil menarik kerah seragamnya
Namun, dia malah tersenyum dan memegang kedua tangan kananku.
“Loe cewek pencuri itu kan. Ini gue Fedrick yang kasih loe gelang itu.” Katanya
Seketika itu, diriku melepaskan kerah bajunya dan menatap tak percaya. Jika waktu akan memberiku pertemuan yang kedua dengannya.
“Eh, drick. Loe ngomong ma sapa?” Kata Andi yang tiba-tiba datang
Diriku
semakin di guncang dalam kaku dan tak mampu mataku berkedip memandangi
Andi dengan begini dekatnya. Ya, selama ini, diriku hanya bisa
menatapnya secara sembunyi-sembunyi dalam jarak latar yang jauh.Namun,
kini. Dapat ku lihat, ia gagah dan tampan dalam di selimuti pakaian yang
rapi.
“Ini, Di. Pacar gue yang sering gue ceritaiin itu.” Kata Fedrick sambil merangkul pundakku
“Owh, ini pacar loe. Hi, nama gue Andi.” Kata Andi sambil menjulurkan salaman tangannya
“Apa loe gak ingat sama gue. Loe pernah beri gue sekotak coklat.” Kataku tanpa membalas salaman tangan Andi
Andi tersenyum kecil dan menarik juluran tangannya. Lalu, menatapku dengan wajah yang ramah menyapa.
“Maaf, tapi, gue gak ingat tentang itu. “ Katanya
Perkataannya membuat hati ini kecewa dan ingin rasanya menitih tangis. Namun, ku tahan segalanya dalam keterkejutan jawaban itu.
“Eh, owh ya. Loe gue bantuin bawa nie kursi ya.” Kata Fedrick
Hanya menundukkan kepala yang dapat ku lakukan dan membiarkan Fedrick mengangkat kursi-kursi yang terjatuh itu.
“Ayo masuk kedalam.” Kata Fedrick
Diriku melagkah kedalam bersama Fedrick dan juga adikku ,Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar