1.
Demikianlah yang telah saya dengar. Suatu ketika
Bhagava tengah berdiam di Savatthi di
Hutan Jeta, Taman Anathapindika.
2.
Lalu sang siswa brahma Subb, putra Todeyya,
menghadap Bhagavad an menyapa Beliau. Setelah perbindacangan yang santun dan
ramah ini selesai, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Bhagava:
3.
“Bhante Gotama, mengapakah manusia tampak hina
dan mulia? Karena tampak orang-orang berumur pendek dan berumur panjang,
berpenyakitan dan sehat, buruk rupa dan rupawan, tak berpengaruh dan
berpengaruh, miskin dan kaya, terlahir nista dan luhur, dungu dan bijaksana.
Mengapakah, Bhante Gotama, manusia tampak hina dan mulia?”
4.
“siswa, makhluk hidup adalah pemilik
perbuatannya, pewaris perbuatannya; mereka berasal dari perbuatannya, terikat
pada perbuatannya, bernaung pada perbuatannya. Perbuatannlah yang menentukan
manusia menjadi hina dan mulia.”
“Saya tidak memahami secara rinci dari
pernyataan Bhante Gotama, yang diutarakan-Nya secara singkat menguraikan
artinya secara terperinci. Alangkah baiknya jika Bhante Gota bersedia
mengajarkan kepada saya Dhamma agar saya bisa memahami secara rinci maksud dari
pernyataan-Nya.”
“Jika demikian, Siswa dengarkan dan
perhatikanlah secara seksama apa yang akan
Saya
katakan.”
“Baiklah, Bhate,” jawab Subha. Bhagaca
mengatakan hal ini:
“Di sini, Siswa, seorang pria atau perempuan membunuh
makhluk hidup, suka membunuh, bengis, suka pada pukulan dan kekerasan, tanpa
kewelasan terhadap makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalni perbuatan
seperti itu, saat hancurnya tubuh, setelah mati, jika ia terlahir ulang dalam
keadaan sengsara, di tempat buruk, di alam rendah, di neraka. Namun saat hancurnya tubuh, setelah mati, jika ia tidak
terlahir ulang dalam keadaan sengsara, di tempat buruk, di alam rendah, di
neraka, tetapi sebaliknya ke alam manusia, maka di mana pun ia terlahir ulang,
ia berumur pendek. Siswa inilah jalan yang menghasilkan umur pendek, yaitu
seseorang membunuh makhluk hidup, suka membunuh, bengis, suka pada pukulan dan
kekerasan, tanpa kewelasan terhadap makhluk hidup.”
5.
“Akan tetapi, Siswa, di sini seorang pria atau
perempuan, dengan meninggalkan memusnahkan kehidupan, menghindarkan diri dari memusnahkan kehidupan, dengan
batang gada dan senjata yang disingkirkan, penuh kesungguhan, penuh kewelasan,
ia berdiam dalam kewelasan terhadap semua makhluk hidup. Karena melakukan dan
menjalani perbuatan seperti itu, saat hancurnya tubuh, setelah mati, ia
terlahir ulang di tempat baik, di alam surgawi. Namun saat hancurnya tubuh,
setelah mati, ia tidak terlahir ulang di tempat baik, di alam surgawi, tetapi
sebaliknya kembai ke alam manusia, maka di
mana pun ia terlahir ulang, ia berumur panjang. Siswa, inilah jalan yang
menghasilkan umur panjang, yaitu dengan
meninggalkan memusnahkan kehidupan, seseorang menghindarkan diri dari
memusnahkan kehidupan, dengan batang gada dan senjata yang disingkirkan, penuh
kesungguhan, penuh kewelasan, ia berdiam dengan kewelasan terhadap semua
makhluk hidup.”
6.
“Siswa, di sini seorang pria atau perempuan
terbiasa melukai makhluk hidup dengan tangan, dengan bungkalan, dengan tongkat,
atau dengan belati. Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu,
saat hancurnya tubuh, setelah mati, ia terlahir ulang di alam sengsara… Nmun
sebaliknya, jika ia kembali ke alam manusia, maka di mana pun ia terlahir
ulang, ia berpenyakit. Siswa, inilah jalan yang menimbulkan keadaan
berpenyakit, yaitu seseorang terbiasa melukai makhluk hidup dengan tangan,
dengan bungkalan, dengan tongkat, atau dengan belati.”
7.
“Akan tetapi, Siswa, di sini seorang pria atau
perempuan tidak terbiasa melukai makhluk hidup dengan tangan, dengan bungkalan,
dengan tongkat, atau dengan belati. Karena melaksanakan dan pelakukan perbuatan
seperti itu, saat hancurnya tubuh, setelah mati, ia terlahir ulang di tempat
baik …. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam manusia, maka di mana pun ia
terlahir ulang, ia sehat. Siswa, inilah jalan yang menimbulkan kesehatan, yaitu
seseorang tidak terbiasa melukai makhluk hidup dengan tangan, dengan bungkalan,
dengan tongkat, atau dengan belati.”
8.
“Siswa, di sini seorang pria atau perempuan
berwatak pemarah dan mudah marah; walaupun dikecam sedikit saja, ia
tersinggung, menjadi marah, bermusuhan, dan membenci, serta menampakkan murka,
benci, dan geram. Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu …. Ia
terlahir ulang di alam sengsara …. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam
manusia, maka di mana pun ia terlahir ulang, ia buruk rupa,. Siswa, inilah
jalan menimbulkan buruk rupa, yaitu seseorang yang berwatak pemarah dan mudah
marah … serta menampakkan murka, benci, dan geram.”
9.
“Akan tetapi, Siswa, di sini seorang pria atau
pereterlahir nista. Siswa, di sini seorang pria atau perempuan tidak berwatak
pemarah dan mudah marah; walaupun dikecam sedikit saja, ia tidak tersinggung,
tidak menjadi marah, bermusuhan, dan dongkol, serta tidak menampakkan murka,
benci, dan geram. Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu,… ia
terlahir ulang di tempat baik …. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam
manusia, maka di mana pun ia terlahir ulang, ia rupawan. Siswa, inilah jalan
yang menimbulkan kerupawanan, yaitu seseorang yang tidak berwatak pemarah dan
mudah marah … dan tidak menampakkan murka, benci, dna geram.”
10.
“Siswa, di sini seorang pria atau perempuan
berhati dengki, yang iri hati, kesal, dan dongkol terhadap peruntungan.
Kemulian, kehormatan, penghormatan, salam hormat, serta puja yang diterima
orang lain. Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu… ia
terlahir ulang di alam sengsara…. Namun sebaliknya, jika ia terlahir kembali ke
alam manusia, maka di mana pun ia terlahir ulang, ia tidak berpengaruh,. Siswa,
inilah jalan yang meimbulkan tiadanya pengaruh, yaitu seseorang berhati dengki…
pada peruntungan, kemuliaan, kehormatan, penghormatan, salam hormat, serta puja
yang diterima orang lain.”
11.
“Akan tetapi, Siswa, di sini seorang pria atau
perempuan tidak berhati dengki, yang tidak iri hati, kesl, dan dongkol, terhdap
peruntungan, kemuliaan, kehormatan, penghormatan, salam hormat, serta puja yang
diterima orang lain. Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu…
ia terlahir ulang di tempat baik …. Namun sebaliknya, jika kembali terlahir ke
alam manusia, maka di manapun ia terlahir ulang, ia berpengaruh. Siswa, inilah
jalan yang menjadikannya berpengaruh, yaitu seseorang tidak berhati dengki…
terhadap peruntungan, kemuliaan, kehormatan, penghormatan, salam hormat, serta
puja yang diterima orang lain.”
12.
“Siswa, disini seorang pria atau perempuan tidak
bederma makanan, minuman, pakaian, wahana angkutan, untaian bunga, wewangian,
balsan, tempat tidur, dan pelita kepada para petapa atau brahmana. Karena
melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu… ia terlahir ulang di alam
sengsara…. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam manusia, maka di mana pun
ia terlahir ulang, ia miskin. Siswa, inilah jalan yang menimbulkan kemiskinan,
yaitu seseorang yang tidak bederma makanan… dan pelita kepada petapa atau
brahmana.”
13.
“Akan tetapi, disini seorang pria atau perempuan
bederma makanan… dan pelita kepada para petapa atau brahmana. Karena
melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu… ia terlahir ulang di tempat
baik…. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam manusia, maka di mana pun ia
terlahir ulang, ia kaya. Siswa, inilah jalan yang menimbulkan kekayaan, yaitu
seseorang bederma makanan... dan pelita kepada para petap atau brahmana.
14.
“Siswa, di sini seoran pria atau perempuan keras
kepala dan angkuh; ia tidak bersembah sujud kepada orang yang seharusnya diberi
sembah sujud, tidak berdiri saat ia seharusnya berdiri di hadapn seseorang,
tidak menawarkan tempat duduk bagi seseorang yang pantas duduk, tidak memberi
jalan lewat bagi seseorang yang seharusnya diberi jalan lewat, serta tidak memuliakan,
menghormati, memuliakan, dan memuja seseorang yang seharusnya dimuliakan, dihormati,
dimuliakan, dan dipuja. Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti
itu… ia terlahir ulang di alam
sengsara…. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam manusia, maka di mana pun
ia terlahir ulang, ia terlahir nista. Siswa, inilah jalan yang menimbulkan
kelahiran nista, yaitu seseorang yang keras kepa dan angkuh… serta tidak tidak
memuliakan, menghormati, memuliakan, dan memuja seseorang yang seharusnya
dimuliakan, dihormati, dimuliakan, dan dipuja.”
15.
“Akan tetapi, Siswa di sini seorang pria atau
perempuan tidak keras kepala dan angkuh; ia bersembah sujud kepad orang yang
sehrusnya diberi sembah sujud, berdiri saat ia seharusnya berdiri di hadapan
seseorang, menawarkan tempat duduk bagi seseorang yang pantas duduk, memberi
jalan lewat bagi seseorang yang seharusnya diberi jalan lewat, serta
memuliakan, menghormati, memuliakan, dan memuja seseorang yang seharusnya
dimuliakan, dihormati, dimuliakan, dan dipuja. Karena melasnakan dan melakukan
perbuatan seperti itu… ia terlahir ulang di tempat baik…. Namun sebaliknya,
jika ia kembali ke alam manusia, di mana pun ia terlahir ulang, ia terlahir
luhur. Siswam inilah jalan yang menimbulkan kelahiran luhur, yaitu seseorang
tidak keras kepala dan angkuh… serta tidak memuliakan, menghormati, memuliakan,
dan memuja seseorang yang seharusnya dimuliakan, dihormati, dimuliakan, dan
dipuja.”
16.
“Siswa, di sini seorang pria atau perempuan
mengunjungi petapa atau brahmana serta bertanya:’ Yang Mulia, apa yang baik?
Apa yang buruk? Apa yang tercela? Apa yang terpuji? Apa yang seharusnya
ditanamkan? Apa yang seharusnya jangan ditanamkan? Perbuata seperti apa yang
akan menimbulkan kerugian dan penderitaan saya untuk kurun waktu yang lama?
Perbuatan seperti apa yang akn menimbulkan kesejahteraan dan kebahagian saya
untuk waktu yang lama?’ Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti
itu… ia terlahir ulang di alam sengsara…. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke
alam manusia, maka di mana pun ia terlahir ulang, ia terlahir dungu. Siswa,
inilah jalan yang menimbulkan kedunguan, yaitu seseorang tidak mengunjungi
petapa ataupun brahmana serta menanykan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.”
17.
“Akan tetapi, Siswa, di sini seseorang atau
perempuan mengunjungi petama ataupun brahmana serrta bertanya: ‘Yang Mulia, apa
yang baik? Apa yang buruk?... Perbuatan
seperti apa yang akan menimbulkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi saya untuk
waktu yang lama?’ Karena melaksanakan dan melakukan perbuatan seperti itu… ia
terlahir ulang di tempat baik…. Namun sebaliknya, jika ia kembali ke alam
manusia, maka di mana pun ia terlahir ulang, ia terlahir bijaksana. Siswa,
inilah jalan yang menimbulkan kebijaksanaan, yaitu seseorang yang mengunjungi
petapa atau brahmana serta menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu.”
18.
“Siswa, demikianlah, jalan yang menimbulkan umur
pendek menjadikan orang berumur pendek, jalan yang menimbulkan umur panjang
menjadkan orang berumur panjang; jalan yang menimbulkan keadaan berpenyakit
menjadikan orang berpenyakit, jalan yang menimbulkan kesehatan menjadikan orang
sehat; jalan yang menimbulkan keburukan rupa menjadikan orang buruk rupa, jalan
yang menimbulkan kerupawanan menjadikan orang rupawan; jalan yang menimbulkan
tiadanya pengaruh menjadikan orang tak berpengaruh, jalan yang menimbulkan
pengaruh menjadikan orang berpengaruh; jalan yang menimbulkan kekayaan
menjadikan orang kaya; jalan yang menimbulkan kelahirn nista menjadikan orang
terlahir nista, jalan yang menimbulkan kelahiran luhur menjadikan orang
terlahir luhur; jalan yang menimbulkan kedunguan menjadikan orang dungu, jalan
yang menimbulkan kebijaksanaan menjadikan orang bijaksana.”
19.
“Makhluk hidup adalah pemilik perbuatannya
pewaris perbuatannya; mereka berasalah dari perbuatannya, terikata pada
perbuatannya, bernaung pada perbuatannya. Perbuatanlah yang membedakan manusia
menjadi hina dan mulia.”
20.
“Setelah ini dibabarkan, sang siswa brahmana
Subha putra Todeyya, berkata kepada Bhagava: “Menakjubkan, Bhante Gotama! Menakjubkan,
Bhante Gotama!... [seperti
dalam teks sebelumnya….] Semoga Bhante Gotama bersedia menerima kami
sebagai pengikut rumah tangga yang telah pergi bernaung sejak hari ini sampai
akhir hayat.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar